Tag Archives: kebiasan

KPK (KEPEMIMPINAN, PELAYANAN dan KETAATAN)

Standar
KEPEMIMPINAN

Mitos kepemimpinan yang paling berbahaya adalah bahwa seorang pemimpin tercipta saat dilahirkan – bahwa ada faktor genetik pada kepemimpinan. Mitos itu juga menegaskan bahwa manusia memiliki atau tidak memiliki sifat karismatik tertentu. Itu semua adalah omong kosong; nyatanya, yang benar adalah kebalikannya. Para pemimpin dibentuk dan bukan dilahirkan (Warren G. Bennis)

Seorang pemimpin pelayan adalah orang yang selalu berusaha membantu orang lain, terkadang dalam beberapa hal Ia ditipu seseorang karena kebaikannya. Yang paling penting untuk diantisipasi dari hal ini adalah jangan sampai Anda menyerpelayananah hanya karena telah ditipu.

Fokus utama dari kepemimpinan pelayan adalah pada bagaimana mengembangkan pihak lain (pengikut, komunitas internal dan eksternal), bukan untuk mementingkan diri sendiri. Namun sebagai seorang pemimpin pelayan, terkadang kita harus siap melakukan berbagai hal sepele yang diremehkan orang lain. Bahkan harus menerima pandangan yang mengatakan bahwa pemimpin pelayan itu pemimpin yang lemah, tidak tegas dan tidak dapat mengambil keputusan sendiri.

Konsep utama Yesus tentang kepemimpinan yang melayani, terlihat di dalam kalimatnya berikut ini. “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka” (Matius 20:25).

Melalui perkataan-Nya itu Yesus ingin membuat perbandingan bahwa kepemimpinan dengan gaya dunia memiliki ciri-ciri otokratis; lebih banyak memerintah daripada melayani pengikut; lebih banyak menempatkan pimpinan sebagai bos daripada pemimpin. Yesus mengajarkan bahwa seorang pemimpin justru harus menjauhi hal-hal berbau otokratis. Gaya otokratis bertolak belakang dengan yang Yesus kehendaki dan tampilkan, yakni kasih dan pengampunan.

PELAYANAN

Dalam model Yesus, seorang pemimpin adalah seorang yang mengubahkan. Pemimpin membawa pengaruh untuk menghasilkan perubahan di dalam diri orang lain. Dalam konteks pendidikan, gereja, lembaga pemerintahan, dapat ditarik paralelnya. Seseorang yang menduduki posisi puncak barulah disebut sebagai pemimpin jika kehadirannya membawa perukepemimpinanbahan positif bagi orang-orang disekitarnya. Perubahan nilai di dalam diri orang-orang (yang terkena pengaruh tersebut) akan membentuk sebuah sistem nilai yang juga baru di lingkungan dimana orang-orang itu berada. Fokus utamanya adalah pembentukan nilai-nilai di dalam diri orang lain, sehingga terbentuk sebuah karakter dan kebiasaan (habits) yang bagus dan luar biasa, yang mencerminkan Kristus.

Di dalam tiga setengah tahun pelayanan-Nya di bumi, Yesus memimpin 12 orang murid yang akhirnya menjadi ujung dari ‘ujung tombak’ pemberiaan Injil ke seluruh dunia. Dari orang-orang Galilea, kasar dan tak berpendidikan, Yesus mencetak 12 Rasul yang penuh dedikasi, berkarakter seperti diri-Nya dan berhasil meneruskan apa yang menjadi keinginan-Nya. Yesus membentuk mereka menjadi seorang pemimpin melalui pengajaran dan gaya hidup, dimana mereka bergaul langsung dengan-Nya dari hari ke hari dan mendengar langsung pengajaran-Nya di setiap waktu. Kekristenan yang kita dalami hari-hari ini tidak pernah dapat dilepaskan dari peranan para rasul yang berhasil di dalam menjalankan tugasnya. Dalam hal ini, Yesus membuktikan satu hal, pemimpin dibentuk dan bukan dilahirkan. Apa saja yang Yesus ajarkan kepada para murid-Nya?

  • Aku lapar – kamu memberi makan

Makanan adalah kebutuhan bagi tubuh agar dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan manusia. Tanpa makanan, manusia akan mati dan tidak dapat berkarya. Namun di zaman sekarang ini, memperoleh makanan bukanlah hal mudah bagi orang-orang miskin. Peluh keringat bekerja keras terkadang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan akan makanan. Ditambah lagi sulitnya mendapatkan makanan sehat dan harga bahan makanan yang selalu mengalami kenaikan harga. Menyediakan makan bagi orang miskin, gelandangan, dan yang berada di posko pengungsian, memberikan bantuan sembako, menciptakan lapangan kerja, memberdayakan potensi sesama agar mereka bisa memenuhi kebutuhan hidupnya maupun keluarganya.

  • Aku haus – kamu memberi minum

Air adalah lambang kehidupan bagi setia makhluk hidup. Tiada bedanya dengan manusia, setiap hari manusia memerlukan air untuk memenuhi kebutuhan. Jikalau makan saja tanpa minum seharian manusia tidak akan sanggup bertahan hidup, karena air membantu makanan meresap melalui darah ke seluruh organ tubuh sebagai sumber energi maupun nutrisi. Minuman memberi kelegaan bagi yang dahaga dan minum obat memberi kesembuhan bagi yang sakit (lih. Sir 38:4-7). Teks ini menyapa mereka yang memberi telinga bagi yang tengah berbeban berat dan memberikan kata-kata peneguhan bagi yang sedang galau dan bermasalah.

  • Aku orang asing – kamu memberi tumpangan

Seorang yang meninggalkan kampung halamnyan akan membutuhkan  orang sebagai pemandu. Agar tidak tersesat dan mendapat arah tujuan yang jelas mengenai tujuan yang akan ditempuh ditempat yang baru. Keramahtamahan dalam menerima tamu, termasuk orang asing. Bagaimana orang-orang asing seperti anak kost, perantau, dan orang-orang yang kerap disingkirkan oleh masyarakat kemudian merasa tersapa dan terlindungi? Apa yang bisa dilakukan oleh keluarga dan komunitas kristiani? Beberapa paroki memiliki proyek “Bedah Rumah” untuk meningkatkan kesejahteraan sesama yang membutuhkan.

  • Aku telanjang – kamu memberi pakaian

Di zaman sekarang ini, pakaian merupakan simbol atau identitas seseorang. Para orang orang yang memiliki harta banyak mengenakan pakaian mewah. Orang pekerja agar terlihatan sukses memakai dasi dan taksido. Seorang tentara memakai baju loreng-loreng kesatuannya. Bagi orang sederhana pakaian digunakan cukup sebagai alat melindungi mereka dari cuaca panas dan dingin. Serta menutupi organ-organ tubuh tertentu agar tidak terlihat memalukan oleh orang-orang lain. Secara konkret hal ini bisa dilakukan dengan memberikan pakaian kepada yang membutuhkan seperti pengalaman iman St. Martinus. Dengan memberikan pakaian yang layak, kita memperlakukan sesama sesuai martabatnya yang berharga. Maka hal sebaliknya, “menelanjangi” orang lain bukanlah bagian dari perbuatan kasih. Sebaliknya, dalam dan karena kasih orang berani menutupi segala sesuatu, termasuk masa lalu dan kekuragan orang lain (lih. 1 Kor 13:7).

  • Aku sakit – kamu melawat

Kunjungan kepada yang sakit merupakan bentuk perhatian dan rasa sepenanggungan bagi mereka yang sakit. Doa bersama si sakit merupakan kesempatan untuk bersama-sama memohon campur tangan Tuhan dalam proses penyembuhan. Niscaya melihat “iman kita bersama” (bdk. Mrk 2:5) Tuhan berkenan menganugerahkan kesembuhan. Si sakit terbebani bukan saja karena penyakitnya tetapi juga oleh beban keuangan yang harus ditanggung. Jika orang sakit maka Ia tidak akan bisa bekerja dan menghasilkan uang, dan yang ada hanya pengeluran untuk membayar obat dan kebutuhan penyembuhannya. Apa yang bisa dilakukkan oleh keluarga dan komunitas kristiani dalam situasi demikian?

  • Aku dalam penjara – kamu melawat

Orang yang dipenjara adalah orang-orang yang terkurung, dijauhkan dari masyarakat, entah sebagai konsekuensi kesalahan yang mereka lakukan ataupun korban ketidakadilan. Mereka yang terkurung dalam penjara tidak bisa bergerak bebas. Secara nyata kunjungan ke penjara merupakan dukungan bagi mereka. Dalam kondisi demikian Tuhan tetap mencintai mereka. Secara figuratif, barangkali masih banyak orang yang terpenjara sehingga tidak bisa bergerak bebas, entah karena terlilit oleh masalahnya sendiri, keterbatasan pemikiran dan wawasan, dsb, maka aneka upaya penyadaran dan motivasi untuk bangkit kembali menjadi sumbangan yang sangat berarti. Semoga keluarga dan komunitas kristiani semakin mampu melayani seturut Sabda Allah!

KETAATAN

Tindakan Yesus menyembuhkan orang yang mati tangan kanannya pada hari Sabat, bukan mengajarkan kita untuk boleh melanggar peraturan sekehendak hati. Namun Ia mengundang kita untuk mempertimbangkan secara masak-masak sebelum mengambil keputusan dalam menjalankan sebuah peraturan. Setiap peraturan hendaknya dilaksanakan dalam terang kasih ilahi agar tidak bertentangan dengan hukum cinta kasih yang diajarkan Yesus. Jangan meniru sikap orang Farisi yang sangat menjunjung tinggi hukum dan peraturan, sehingga bersikap tidak peduli akan dampaknya yang merugikan sesama.

Mari kita teladani Yesus yang berani menentang pelaksanaan peraturan demi keselamatan jiwa. Sadari bahwa kasih terhadap sesama jauh lebih bernilai daripada ketaatan pada sebuah peraturan buatan manusia.

Kasih lebih jauh bernilai dari ketaatan
Ref : mirifica.net